Sugihartono, Harryo (2024) REFORMULASI KEBIJAKAN KLARIFIKASI DALAM PROSES PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG BERKEADILAN. Doctoral thesis, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
TERBUKA = JUDUL (21-9-2023).pdf
Download (392kB)
TERBUKA = HARRYO SUGIHARTONO (21-9-2023).pdf
Download (1MB)
Abstract
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melakukan kegiatan permintaan klarifikasi atau permintaan keterangan untuk hadir di kantor kepolisian khususnya dari pihak yang dilaporkan. Kebijakan klarifikasi itu menekankan kehadiran masyarakat yang diundang untuk hadir di kantor kepolisian. Penerbitkan kebijakan klarifikasi pada tahap kegiatan penyelidikan dugaan tindak pidana secara tidak langsung menjadikan sebuah kebiasaan atau pembenaran. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI belum berkeadilan? (2) Bagaimana pengaturan kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana saat ini ? (3) Bagaimana reformulasi kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI yang berkeadilan ? Metode penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan dengan negara lain. Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data penunjang dan data sekunder data utama. Hasil penelitian menjukkan bahwa: (1) Kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI belum berkeadilan karena dipengaruhi faktor internal yaitu proses penyelidikan tindak pidana di POLRI tidak sesuai dengan prosedur penyelidikan. Sedangkan faktor eksternal karena kurangnya pengorganisasian dalam sosialisasi, sehingga tidak semua penyidik memahami yang dapat menghambat penyidik untuk melakukan penyidikan. (2) Pengaturan kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana saat ini tidak diatur secara tertulis dalam sebuah peraturan yang ada.
Kebijakan klarifikasi pada proses penyelidikan tindak pidana idealnya ditiadakan karena tidak mendasarkan KUHAP, UU Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PERKAP. Penerbitab Peraturan DIR TIPIKOR Nomor 2 Tahun 2013 tentang SOP Penyeledikan Tindakm Pidana Korupsi Dilinngkungan Direktorat Tindak Pidana Korupsi BARESKKRIM POLRI yang mengatur tentangt permintaan keterangan atau yang saat ini lazim disebut klarifikasi bertentangan dengan KUHAP, UU Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PERKAP. (3) Reformulasi kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI yang berkeadilan seyognya dikembalikan lagi pada aturan dasarnya, yaitu KUHAP, UU Kepolisian Republik Indonesia dan PERKAP karena kebijakan klarifikasi atau permintaan keterangan pada proses LIDIK sangat berpotensi
terjadinya penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. Kebijakan klarifikasi yang ada di negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon tidak mengenal kebijakan undangan klarifikasi, yang ada dalam kegiatan penegakan hukum yang
bersifat investigasi. Dalam investigasi diperbolehkan melakukan kegiatan permintaan klarifikasi atau permintaan keterangan untuk hadir di kantor Kepolisian khususnya dari pihak yang dilaporkan namun cara penyampaian permintaan tsb secara lisan tidak melalui kebijakan dari pihak Kepolisian.
===========================================================
The National Police of the Republic of Indonesia in carrying out activities to request clarification or request information to be present at the police station, especially from the party being reported. The clarified policy emphasizes the presence of the public who are invited to attend the police station. Issuing a clarification policy at the stage of investigation of alleged criminal acts indirectly creates a habit or justification. The problems in this research are: (1) Why is the clarification policy in the criminal investigation process at the POLRI not yet fair? (2) How is the clarification policy regulated in the current criminal investigation process? (3) How is the reformulation of clarification policies in the process of
investigating criminal acts at the POLRI fair? This research method is normative juridical research, using a statutory approach, a conceptual approach and a comparative approach with other countries. This research uses primary data as
supporting data and secondary data as main data. The results of the research show that: (1) The clarification policy in the process of investigating criminal acts at the POLRI is not fair because it is influenced by internal factors,namely the process of investigating criminal acts at the POLRI is not in accordance with investigative procedures. Meanwhile, external factors are due to a lack of organization in socialization, so that not all investigators understand, which can hinder investigators from carrying out investigations. (2) The regulation of clarification policies in the criminal investigation process is currently not regulated in writing in an existing regulation.
The clarification policy in the criminal investigation
process should ideally be eliminated because it is not based on the Criminal Procedure Code, the Republic of Indonesia State Police Law and PERKAP. The issuance of DIR TIPIKOR Regulation Number 2 of 2013 concerning SOPs for Investigating Corruption Crimes within the Directorate of Corruption Crimes, BARESKKRIM POLRI, which regulates requests for information or what is currently commonly called clarification, is contrary to the Criminal Procedure
Code, the Indonesian National Police Law and PERKAP. (3) Reformulation of clarification policies in the criminal investigation process at POLRI in a fair manner should return to the basic rules, namely the Criminal Procedure Code, the Republic of Indonesia Police Law and PERKAP because clarification policies or requests for information in the LIDIK process have the potential for abuse of authority or abuse of power. Existing clarification policies in countries that adhere to the Anglo Saxon legal system do not recognize the policy of inviting clarification, which exists in investigative law enforcement activities. During an investigation, it is permissible to carry out requests for clarification or requests for information to be present at the Police Station, especially from the party being
reported, but the method of conveying the request verbally is not according to the Police's policy.
Keywords: Reformulation; Policy Clarification; Criminal Investigation; National Police of the Republic of Indonesia; Fair.
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Reformulasi; Kebijakan Klarifikasi; Penyelidikan Tindak Pidana; Kepolisian Negara Republik Indonesia; Berkeadilan. Reformulation; Policy Clarification; Criminal Investigation; National Police of the Republic of Indonesia; Fair |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > 74001 - S3 Hukum |
Depositing User: | Fakultas Hukum S3 |
Date Deposited: | 03 Aug 2024 06:53 |
Last Modified: | 03 Aug 2024 06:53 |
URI: | http://repository.untagsmg.ac.id/id/eprint/1115 |